KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat
dan karunia-Nya, maka saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
“Sasaran Kebijakan Dan Strategi Pertanian” guna memenuhi tugas mata kuliah
Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian.
Makalah ini mengkaji mengenai aspek kebijakan
dan strategi pertanian. Kebijakan dan strategi pertanian merupakan salah satu
faktor penting dalam kelanjutan berlangsungnya pertanian. Kebijakan dan
strategi merupakan langkah penting yang harus di laksanakan, kebijakan dan
strategi tersebut gunaya adalah untuk membagun sub sektor pertanian yang kuat
sehingga apa yang di cita-citakan pemerintah yakni pertanian berkelanjutan,
meningkatkan kemandirian dan produktivitas usaha petani, mengembangkan
perekonomian pertanian yang berorientasi global bisa tercapai.
Seperti pepatah “Tak ada gading yang tak
retak”,saya mohon maaf jika terdapat kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini baik dalam penulisan gelar, isi maupun bahasanya.
Untuk itu kami mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran positif
untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan berkat dan karunia-Nya
kepada kita semua. Sekian dan Terima Kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan pertanian
adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan
pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat
penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan
ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan
tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah,
Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi
menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang
lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan
yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam
perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur
pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak
tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.
Campur tangan pemerintah inilah disebut
sebagai “politik pertanian” (agricultural policy) atau “kebijakan pertanian”.
Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk memutus rantai lingkaran
kemiskinan yang tak berujung pangkal, merupakan gambaran hubungan keterkaitan
timbal-balik dari beberapa karakteristik negara berkembang (seperti Indonesia)
berupa sumber daya yang ada belum dikelola sebagaimana mestinya, mata
pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian berlngsung dalam kondisi yang
kurang produktif, adanya dualisme ekonomi ekonomi antara sektor modern yang
mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang mengikuti ekonomi
subsistem, serta tingkat pertumbuhan yang tinggi dengan kualitas sumber daya
manusianya yang masih relative rendah.
Pembangunan pertanian Indonesia pada beberapa
tahun ke depan masih akan dihadapkan pada beberapa isu mendasar dan tantangan
baru yang merupakan dampak dari krisis finansial global, lonjakan harga pangan
yang bersamaan dengan lonjakan harga minyak bumi dunia. Sektor pertanian harus
menghadapi faktor eksogen yang terkadang datang tiba-tiba, seperti:
instabilitas atau fluktuasi harga pangan yang luar biasa tinggi, fenomena
perubahan iklim yang mengacaukan ramalan produksi, serta variabilitas cuaca
yang semakin tidak bersahabat.
Pada tingkat makro
global, posisi negara-negara berkembang yang nota bene memiliki
jumlah penduduk lebih besar dari negara-negara maju, masih belum dapat
melepaskan diri dari permasalahan struktural dalam sistem produksi dan
konsumsi, ketahanan pangan, kemiskinan, pengangguran, kualitas pendidikan
dan lain-lain. Ditambah lagi, saat ini terdapat kecenderungan beberapa negara
untuk semakin mementingkan urusan pangan dan pertanian di dalam negerinya
sendiri, bahkan dengan menerapkan strategi proteksi yang cenderung berlebihan.
Kriteria keberhasilan suatu strategi kebijakan
pembangunan pertanian sebenarnya tidak terlalu rumit, yaitu apakah terdapat
peningkatan kesejahteraan petani atau belum; serta apakah sektor pertanian telah
ditempatkan sebagai landasan pembangunan ekonomi yang bervisi kesejahteraan dan
keberlanjutan dari pembangunan ekonomi itu sendiri.
Bagi Indonesia, apa pun tantangannya, strategi
pembangunan pertanian dapat dikatakan berhasil apabila mampu berkontribusi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak semata berorientasi pada
peningkatan produksi fisik sekian macam komoditas pertanian, peternakan, dan
perikanan. Kriteria keberhasilan itu seharusnya dapat diukur dari perbaikan
tingkat pendapat rumah tangga petani (dan pelaku di sektor lain), peningkatan
produktivitas tenaga kerja, serta perbaikan indikator makro seperti pengurangan
angka kemiskinan dan pengangguran.
Dalam kosa kata
ekonomi, pembangunan pertanian dikatakan berhasil apabila telah mampu menjadi
pengganda pendapatan (income multiplier) dan pengganda
lapangan kerja (employment multiplier) bagi sektor
perekonomian secara umum. Strategi pembangunan pertanian dikatakan telah
berada pada jalur yang benar apabila sektor ekonomi yang sangat vital itu telah
mampu menjadi stimulus bagi sektor-sektor lain dalam ekonomi untuk secara
bersama-sama tumbuh dan berkembang sesuai dengan proporsi dan fase pembangunan
eknonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kebijakan pertanian ?
2. Apakah pengertian strategi pertanian ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari manusia
2. Untuk mengetahui pengertian dari keragaman,
kesetaraan, nilai, hukum, mpral, sains, teknologi dan seni
3. Untuk mengetahui unsur-unsur keragaman
4. Untuk mengetahui indikator kesetaraan
5. Untuk mengetahui hubungan manusia dengan
nilai, moral dan hukum
6. Untuk mengetahui peran dan pengaruh sains dan
teknologi
BAB II
PEMBAHASAN
Kebijakan pertanian adalah salah satu dari
kegiatan untuk masyarakat (public action) yang bertujuan peningkatan taraf
hidup secara umum, melalui perbaikan kesempatan ekonomi bagi para petani dan
pengembangan struktur progresif dalam kehidupan masyarakat, termasuk rekayasa
sistem kelembagaan. Yang di perlukan sebagai pendukung.
Merumuskan suatu kebijakan untuk pembangunan
pertanian berarti menentukan strategi untuk mengkondisikan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan pertanian agar dapat mencapai keadaan yang diinginkan.
Upaya mencapai keadaan yang diinginkan ini harus memenuhi kriteria berikut :
1. Secara teknis dapat di laksanakan, artinya
teknologi, alat dan ketrampilan yang ada dapat dan memadai untuk menjalankan
strategi tersebut
2. Secara ekonomi menguntungkan, artinya
penerapan strategi ini secara finansial memberikan net benefit pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya.
3. Secara sosiologis dapat dipertanggungjawabkan,
artinya penerapan strategi ini tidak membuat komunitas masyarakat menjadi
terganggu keseimbangan harmoninya.
4. Secara ekologis berkelanjutan, artinya
penerapan strategi ini ramah lingkungan dan tidak menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sistem keseimbangan lingkunganalami.
Secara garis besar kebijakan pertanian memberikan fokus
penekanan pada tiga bidang utama yaitu :
1. Farm (usahatani) yaitu bidang kebijakan yang
didasarkan pada kenyataan bahwa pertanian adalah usaha keluarga dan karena itu
pembangunan pertanian tidak bisa terlepas dari pembangunan keluarga petani
secara utuh.
2. Price parity pasangan harga yaitu bidang
kebijakan yang di arahkan untuk memperoleh tingkat harga yang wajar bagi produk
pertanian relatif terhadap produk-produk sektor lainya dalam perekonomianya.
3. Bargaining Position (posisi tawar) yaitu
bidang kebijakan yang dimaksudkan untuk membantu memperkuat posisi petani
sehingga mereka dapat memperoleh insentif yang layak untuk usaha yang mereka
jalankan.
Sedangkan menurut orientasinya kebijakan dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu:
1. Kebijakan Pengembagan (Development Policy)
2. Kebijakan Kompensasi (Compensating Policy)
Berikut ini diberikan beberapa contoh
kebijakan yang dijalankan pemerintah dalam rangka pembangunan pertanian untuk
pengentasan kemiskinan. Semua kebijakan yang dicontohkan ini merupakan
kebijakan tidak langsung yang bersifat makro.
1.
Kebijakan Harga
Kebijakan inimerupakan salah satu kebijakan
yang terpenting di banyak negara dan biasanya digabung dengan pendapatan
sehingga disebut kebijakan harga dan pendapatan (price and income policy). Segi
harga dari kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga,
sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu
berfluktuasi ari musim ke musim dan dari tahun ke tahun.
Kebijakan harga dapat mengandung pemberian
suatu penyangga (support) untuk hasil-hasil pertanian supaya tdak merugikan
petani atau langsung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Di banyak negara
Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia dan lain-lain, banyak sekali
hasil-hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, gula biet dan lain-lain yang
mendapat perlindungan pemerintah berupa penyangga dan subsidi. Indonesia baru
mempraktikan kebijakan harga untuk beberapa hasil sejak tahun 1969. Secara
teoritis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu :
1. Stabilisasi harga-hasil hasil pertanian
terutama pada tingkat petani.
2. Meningkatkan pendapatan petani melalui
perbaikan nilai tukar (term of trade).
3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah
produksi.
Kebijakan harga di Indonesia ditekankan pada
tujuan yang petama. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan
harga-harga umum yang stabil berarti pula kestabilan pendapatan. Tujuan yang
kedua banyak sekali dilaksanakan bagi hasil-hasil ppertanian di negara-negara
maju dengan alasan pokok pendapatan rata-rata sektor pertanian terlalu rendah
dibandingkan penghasilan di luar sektor pertanian. Memang dengan diperkenalkan
berbagai mesin pertanian maka produktivitas dan prodksi pertanian di
negara-negara tersebut mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga harga-harga
menurun. Dalam keadaan demikian kebijakan harga dipergunsksn untuk menghambat
penurunan harga-harga tersebut baik dengan jalan mengurangi penawaran maupun
menambah permintaan di pasar.
Tujuan yang kedua ini sukar dilaksanakan di
negara-negara yang jumlah petaninya berjuta-juta dan terlalu kecil-kecil
seperti di Indonesia karena persoalan administrasinya sangat kompleks. Karena
pada prinsifnya kebijakan harga yang demikian ini merupakan usaha memindahkan
pendapatan dari golongan bukan pertanian ke golongan pertanian, maka hal ini
bisa dilaksanakan dengan mudah dinegara-negara yang sudah maju dan kaya, dimana
golongan penduduk di luar pertanian jumlahnya jauh lebih besar dengan
pendapatan yang jauh lebih tinggi daripada golongan penduduk pertanian. Di negara-negara
ini penduduk sektor pertanian rata-rata hanya merupakan di bawah 10% dari
seluruh penduduk, sedangkan di negara kita masih antara 60%-70%
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktik dilaksanakan di
negara-negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk
pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan
harga, pemerintah membuat perencaan produksi dan petani mendapat pembayaran
kompensasi untuk setiap hektar tanah yang diistirahatkan. Di negara kita dimana
hasil-hasil pertanian pada umumnya belum mencukupi kebutuhan, maka kebijakan
yang demikian tidak relevan.
Dalam ekonomi pertanian masalah harga dan
analisis harga merupakan pokok bahasan yang sangat penting. Harga adalah hasil
akhir bekerjanya sistem pasar, yaitu bertemunya gaya-gaya permintaan dan
penawaran, antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen). Karena permintaan
penawaran merupakan indikator perkembangan dan preferensi konsumen dan
produsen, maka harga yang merupakan hasil akhir bekerjanya sistem pasar juga
dianggap sebagai indikator penting bagi konsumen dan produsen.
Dengan demikian berarti harga pasar menjadi
pedoman bagi konsumen untuk melaksanakan putusan pembelian atau konsumsinya,
dan juga bagi produsen untuk melaksanakan produksi dan penjualan di pasar. yang
dimaksud dengan kebijaksanaan harga dalam uraian kita sekarang adalah
kebijaksanaan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang
harga-harga di dalam pertania. Baik yang menyangkut produk (produk pertanian)
maupun sarana produksi (input). Jadi kebijaksanaan harga di sini menyangkut
masalah sebagaimana pemerintah mengatur dan menetapkan kebijaksanaan harga
dasar (minimum) dan harga tertinggi (maksimum) padi atau palawija, bagaimana
menetapkan kebijaksanaan harga produk, harga atau pungutan atas air irigasi,
dan lain-lain
2.
Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi
petani produsen maka pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus
dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan
pada perubahan rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama
untuk memperkuat daya saing petani. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan
Kenya apa yang dikenal dengan nama badan Pemasaran Pusat (Central marketing board)
berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas penghasilan
petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah
deprisi besar pada tahun 1930 untuk bulu domba, milk, telur dan kentang. Di
nnegara kita pembentukan sindikat dan PT eksportir kopi, badan pengurus kopra,
badan pemasaran lada, pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama dengan
badan-badan pemasaran pusat di Afrika dan Inggris itu.
Masalah yang dihadapi di negara kita adalah
kurangnya kegairahan berproduksi pada tingkat petani, tidak adanya keinginan
untuk mengadakan penanaman baru, dan usaha-usaha lain untuk menaikan produksi
karena presentase harga yang diterima oelh petani relatif rendah dibandingkan
dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain.
Badan-badan pemasaran yang dibentuk
dimaksudkan untuk memberikan jaminan harga yang minimum yang stabil pada
petani. Sehubungan dengan usaha memperkuat kedudukan pengusaha eksportir lemah
telah diambil kebijakan kredit, yaitu dengan memberikan kredit dengan bunga
yang relatif rendah dan menyederhanakan prosedur ekspor maka kebijakan
pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor maka kebijakan ini
meliputi pula pengaturan distribusi sarana-saran produksi bagi petani
pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat diantara para pedagang
yang melayani kebutuhan petani seperti pupuk, peptisida dan lain-lain sehingga
petani akan dapat membeli saran-saran produksi tersebut dengan harga yang tidak
terlalu tinggi.
Kebijakan pemasaran merupakan usaha campurtangan
pemerintah dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Disatu pihak pemerintah
dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak terlalu
merugikan para pedagang dan petani, tetapi dipihak lain persaingan dapat
didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam hal yang terakhir
ini berarti pemerintah memberi arah tertentu di dalam bekerjanya gaya-gaya
pasar. Dalam praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan
kebijaksanaan harga.
3.
Kebijakan Struktural
Kebijakan strukturil dalam pertanian
dimaksudkan untuk memperbaiki struktur produksi misalnya luas pemilikan tanah,
pengenalan dan penguasaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana
pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi.
Kebijakan strukturil ini hanya dapat
terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah.
Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan biasanya
memakan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena sifat fisik usaha tani yang
tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian kehidupan
petani dengan segala aspeknya. Oleh sebab itu tindakan ekonomi saja tidak akan
mampu mendorong perubahan struktur dalam sektor pertanian sebagai mana dapat
dilaksanakan dengan penyuluhan-penyuluhan yang intensif adalah merupakan pula
satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di
atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan strukturil
di sektor pertanian dalam komoditas komoditas pertanian.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi
adalah persoalan keadilan. Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan
baik oleh semua pihak. Selalu ada saja pihak yang memperoleh manfaat lebih
besar dari fihak lainnya bahkan ada yang dirugikan. Itulah sebabnya masalah
kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur tangan
pemerintah melainkan pada berhasil tidaknya kebijakan mencapai sasarannya
dengan sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan.
Oleh sebab itu kebijakan pertanian yang baik
adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikan produksi secara
optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan. Walaupun
jelas sekali kebijakan pertanian yang berupa peraturan-peraturan itu mutlak
diperlukan bagi kepentingan semua pihak, namun haruslah peraturan-peraturan itu
tidak berlebih-lebihan. Peraturan yang berlebihan tidak saja akan merusak
hubungan pasar yang sehat yang sangat diperlukan bagi kemajuan dan efisiensi
ekonomi, tetapi bahkan dapat pula mematikan semangat dan inisiatif perseorangan
dalam berusaha.
4.
Kebijakan Impres Desa Tertinggal (IDT)
Kebijakan IDT diperlukan untuk meningkatkan
penanganan kemiskinan secara berkelanjutan di desa-desa tertinggal. IDT
merupakan program khusus yang telah ada di pedesaan atau perkotaan, oleh karena
itu diharapkan agar IDT dapat dipadukan dengan bauk dengan program-program
sektoral. IDT diperlukan juga untuk menyukseskan program peemerataan karena
dengan IDT diharapkan dapat memobilisasi kemampuan masyarakat kecil secara
lebih besar dan IDT tersebut dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat
sehingga masyrakat diharapkan mampu meningkatkan wawasan, kebersamaan dan
partisipasi terhadap kegiatan yang mereka lakukan.
Untuk maksud agar dapat berjalan dengan baik,
IDT dapat dipersiapkan matang sekali dengan menugaskan tim nasional (aparat
setempat) untuk menyusun konsep IDT yang sesuai dengan problem yang ada.
Selanjutnya dilakukan pelatihan, dengan maksud agar semua aparat (petugas)
terlibat melaksanakan IDT sehingga mempunyai persepsi yang sama terhadap konsep
IDT yang sesuai dengan problem yang ada. Selanjutnya dilakukan pelatihan,
dengan maksud agar semua aparat (petugas) terlihat melaksanakan IDT sehingga
mempunyai persepsi yang sama terhadap konsep IDT.
2.1
Pengertian Strategi Pertanian
Di maksud dengan
adanya strategi pertanian adalah dengan tujuan pembangunan perekonomian
nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pertumbuhan
ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara
keseimbangan sumber daya alam dan lingkungan hidup.Eskalasi harga
pangan dan pertanian sampai tiga kali lipat selama tiga tahun terakhir memang
meresahkan, tidak terkecuali bagi Indonesia. Tiga faktor utama berikut sering
dianggap bertanggung jawab, yakni :
1. Fenomena perubahan iklim yang mengacaukan
ramalan produksi pangan strategis.
2. Fenomena perubahan iklim yang mengacaukan
ramalan produksi pangan strategis,
3. Peningkatan permintaan komoditas pangan karena
konversi terhadap biofuel.
4. Aksi para investor (spekulan) tingkat global
karena kondisi pasar keuangan yang tidak menentu.
Meski begitu, eskalasi harga tersebut juga
menjadi peluang (dan tantangan) baru untuk merumuskan strategi pembangunan
pertanian yang kompatibel dengan perubahan zaman.Pembangunan pertanian di
Indonesia sebenarnya telah menunjukkan kontribusi yang sukar terbantahkan,
bahwa peningkatan produktivitas tanaman pangan melalui varietas unggul, lonjakan
produksi peternakan dan perikanan telah terbukti mampu mengatasi persoalan
kelaparan dalam empat dasawarsa terakhir. Pembangunan perkebunan dan
agroindustri juga telah mampu mengantarkan pada kemajuan ekonomi bangsa,
perbaikan kinerja ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
Singkatnya, kinerja
perjalanan pertanian Indonesia jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan
angka 3,51 persen per tahun rata-rata pertumbuhan pada periode
1960-2006—dihitung dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Organisasi Pangan
dan Pertanian Dunia (FAO).Pada tahap awal atau fase konsolidasi 1967-1978
sektor pertanian hanya tumbuh 3,38 persen, kemudian melonjak sangat tinggi dan
mencapai 5,72 persen pada periode 1978-1986, kemudian kembali melambat 3,39
persen pada fase dekonstruksi 1986-1997 dan terus melambat 1,57 persen sampai
periode krisis ekonomi.Pada masa krisis ekonomi
itu, performa baik yang dicapai subsektor perkebunan dan peternakan hampir
tidak membawa dampak berarti karena daya beli yang terus menurun. Pada era
reformasi (2001-2006), pertanian Indonesia telah tumbuh 3,45 persen per tahun,
dan belum dapat dikatakan telah menuju ke arah yang benar (selengkapnya lihat
Arifin, 2007).
Selama empat dasawarsa terakhir, strategi pembagunan pertanian
mengikuti tiga prisip penting :
1. Broad-bases dan terintegrasi dengan ekonomi
makro.
2. Pemerataan dan pemberantasan kemiskinan.
3. Pelestarian lingkungan hidup. Dua prinsip
utama telah menunjukkan kinerja yang baik, seperti diuraikan di atas, karena
dukungan jaringan irigasi, jalan-jembatan, perubahan teknologi, kebijakan
ekonomi makro, dan sebagainya.
Konsep revitalisasi
pertanian yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya tidak
dapat dilepaskan dari pola pikir dan strategi besar di atas. Karena fenomena
Revolusi Hijau serta perspektif konsistensi tersebut, pencapaian swasembada
beras di era 1980-an juga telah diikuti oleh peningkatan kesejahteraan dan
pemerataan pendapatan petani beras di Indonesia, pemerataan sektor pedesaan dan perkotaan.Pada waktu itu sentra produksi beras di
Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain juga identik dengan kesejahteraan
dan pemerataan pendapatan.
Prinsip ketiga tentang pelestarian lingkungan
hidup memang belum banyak menunjukkan hasil karena baru dikembangkan secara
serius pasca-KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, tahun 1992.
Singkatnya, pembangunan pertanian harus mampu
membawa misi pemerataan apabila ingin berkontribusi pada pemberantasan
kemiskinan serta menjamin tingkat keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
Berikut ini adalah strategi baru yang coba
ditawarkan sehubungan dengan determinan pola baru pembangunan pertanian di masa
mendatang. Strategi yang telah terbukti dan teruji selama ini tidak harus
ditinggalkan, hanya perlu dilengkapi dengan beberapa dimensi berikut:
Pertama, pembangunan pertanian wajib
mengedepankan riset dan pengembangan (R&D), terutama yang mampu menjawab
tantangan adaptasi perubahan iklim. Misalnya, para peneliti ditantang untuk
menghasilkan varietas padi yang mampu bersemi di pagi hari, ketika temperatur
udara tidak terlalu panas. Kisah padi gogo-rancah pada era 1980-an yang mampu
beradaptasi dan tumbuh di lahan kering dan tadah hujan, kini perlu
disempurnakan untuk menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari sekadar
2,5 ton per hektar. Bahwa pertanian Indonesia tidak harus bertumpu hanya pada
lahan di Jawa tampaknya telah disepakati, hanya perlu diwujudkan secara
sistematis. Misalnya, varietas yang baru perlu diuji multilokasi dan uji
adaptasi di sejumlah daerah kering dengan memberdayakan jaringan universitas
daerah dan Balai Pengembangan Teknologi Pertanian yang tersebar di daerah.
Kedua, integrasi pembangunan ketahanan pangan
dengan strategi pengembangan energi, termasuk energi alternatif. Strategi ini
memang baru berada pada tingkat sangat awal sehingga Indonesia tidak boleh
salah melangkah. Indonesia memang terlambat sekali dalam menyandingkan
ketahanan pangan dengan energi alternatif. Maksudnya, Indonesia butuh sesuatu
yang lebih besar dari sekadar kebijakan pada tingkat Instruksi Presiden Nomor
1/2006 tentang Bahan Bakar Nabati dan Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang
Diversifikasi Energi.
Ketiga, pembangunan pertanian perlu secara
inheren melindungi petani produsen (dan konsumen). Komoditas pangan dan
pertanian mengandung risiko usaha seperti faktor musim, jeda waktu (time-lag),
perbedaan produktivitas dan kualitas produk yang cukup mencolok. Mekanisme
lindung nilai (hedging), asuransi tanaman, pasar lelang dan resi gudang adalah
sedikit saja dari contoh instrumen penting yang mampu mengurangi risiko usaha
dan ketidakpastian pasar. Operasionalisasi dari strategi ini, perumus dan
administrator kebijakan di tingkat daerah wajib mampu mewujudkannya menjadi
suatu langkah aksi yang memberi pencerahan kepada petani, memberdayakan
masyarakat, dan memperkuat organisasi kemasyarakatan untuk mampu berperan dalam
pasar berjangka komoditas yang lebih menantang. Di sinilah pertanian tangguh
dan berdaya saing akan dapat terwujud.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kebijakan pertanian adalah salah satu dari
kegiatan untuk masyarakat (public action) yang bertujuan peningkatan taraf
hidup secara umum, melalui perbaikan kesempatan ekonomi bagi para petani dan
pengembangan struktur progresif dalam kehidupan masyarakat, termasuk rekayasa
sistem kelembagaan yang diperlukan sebagai pendukung.
2. Merumuskan suatu kebijakan untuk pembangunan
pertanian berarti menentukan strategi untuk mengkondisikan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan pertanian agar dapat mencapai keadaan yang diinginkan.
3. Strategi pertanian adalah dengan tujuan
pembangunan perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat
pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta
memelihara keseimbangan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
4. Dalam berlangsungnya pertanian penggunaan
strategi sangatlah perlu demi revitalisasiPertanian yang mengarah untuk
meningkatkan pengelolaan potensi pertanian secara optimal dalamupaya
peningkatan ketahanan pangan, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan.
Kebijakan dan strategi pertanian merupakan
suatu hal penting. Untuk itu pemerintah sudah sewajarnya melakukan
kebijkan-kebijakan dan strategi yang mendukung dalam usaha tani masyarakat
tani.
Daftar
Pustaka
MAKALAH
Penyuluhan Pertanian
( Sasaran Kebijakan Dan Stategi Pertanian )
Dosen
pembimbing:
DR.Ir.Darmadji,MP
DI SUSUN OLEH :
NAMA :Muh. Fauzan Umar
NIM :153131810710
FAK/JUR :Pertanian/Agribisnis